
Dalam dunia pewayangan Sunda, terutama Wayang Golek, tidak ada karakter yang lebih dicintai dan dinanti selain wayang cepot. Dengan wajah merah, hidung pesek, dan tawa yang khas, Cepot, atau yang dikenal juga sebagai Astrajingga, adalah putra sulung Semar. Ia jauh dari citra kesatria gagah, namun justru dialah representasi nyata dari rakyat jelata yang jujur, ceplas-ceplos, dan memiliki kebijaksanaan yang tersembunyi. Wayang Cepot bukan hanya pelawak, tetapi juga jembatan yang mendekatkan filosofi luhur pewayangan kepada masyarakat awam.
Oleh karena itu, memahami wayang cepot berarti menyelami kearifan lokal Sunda dan peran penting humor dalam menyampaikan kritik sosial serta ajaran moral. Dalam setiap pagelaran, kehadirannya selalu dinantikan karena dialognya yang penuh sindiran lucu. Artikel ini akan membedah asal-usul dan peran Cepot dalam lakon pewayangan, menguraikan makna filosofis di balik penampilannya yang unik, serta membahas bagaimana wayang cepot tetap relevan sebagai media pendidikan budaya dan hiburan di era modern.
Asal Usul dan Sejarah Wayang Cepot

Cepot pertama kali muncul sekitar tahun 1920-an lewat tangan dalang legendaris R.U. Partasuanda dan kemudian dipopulerkan oleh Asep Sunandar Sunarya. Awalnya, tokoh panakawan Sunda bernama Astrajingga atau Dawala berwajah merah, tapi Asep Sunandar memberi nama “Cepot” dan menjadikannya bintang utama.
Nama “Cepot” konon berasal dari kata “ceep otak” (otaknya cepat) atau “cepotan” (cepat ngomong). Makanya, dia selalu cerdas, cerdik, dan tak pernah kehabisan kata-kata jenaka. Meski statusnya panakawan (abdi), Cepot sering lebih pintar daripada para satria. Dia berani sindir ningrat, pejabat, bahkan penjajah zaman dulu, tapi tetap disukai semua kalangan.
Ciri Khas Penampilan Cepot yang Gampang Dikenali

Kalau lihat wayang golek Sunda, kamu langsung tahu mana Cepot:
- Wajah dan badan merah menyala
- Hidung panjang melengkung (simbol orang Sunda)
- Mata belo, mulut lebar selalu tersenyum
- Baju batik parang kusumo hitam-putih
- Celana pangsi dan ikat kepala khas Sunda
Gerakannya pun paling lincah. Dalang sering goyang-goyangin badannya sambil kasih suara khas “he-he-he” atau “adoh-adoh” yang bikin penonton langsung riuh.
Karakter dan Kepribadian Cepot yang Bikin Jatuh Cinta
Cepot itu “orang biasa” di tengah para dewa dan raja. Dia mewakili rakyat kecil: suka makan, takut sama istri (Dariah), suka ngobrol ngalor-ngidul, tapi hatinya mulia. Selain lucu, dia bijaksana. Saat para satria bingung, Cepot selalu kasih solusi sederhana tapi tepat.
Contoh klasik: saat Prabu Baladewa marah besar, hanya Cepot yang berani nyanyi “Ceurik rahwana” sambil ngejar-ngejar Baladewa sampai akhirnya raja itu malah ketawa dan lupa marah. Pesan moralnya? Tawa bisa redam amarah.
Lakon-Lakon Terkenal yang Dibintangi Wayang Cepot

Beberapa judul selalu ditunggu penonton kalau Cepot jadi bintang:
- Cepot jadi Raja
- Cepot Ngajual Suara
- Cepot Barang
- Cepot Jadi Dokter
- Cepot Calon Arang
Di tangan dalang kondang seperti Asep Sunandar, Dede Amung, atau Entis Sutisna (Sule), Cepot bisa nyanyi dangdut, ngomongin politik terkini, bahkan roasting penonton depan panggung. Makanya pagelaran sering molor sampai subuh karena penonton enggan pulang.

Nilai Filosofi dan Pelestarian Wayang Cepot di Era Modern
Di balik kelucuannya, Cepot ajarkan banyak hal:
- Keberanian bicara benar meski status rendah
- Kecerdasan rakyat kecil sering mengalahkan kekuasaan
- Hidup jangan terlalu serius, nikmati dengan tawa
Sekarang, wayang cepot tetap hidup lewat grup-grup seperti Giri Harja, YouTube, dan TikTok. Banyak anak muda bikin konten Cepot ngomongin harga beras, bansos, sampai K-Pop – tetap relevan dan menghibur.
Tempat Nonton Wayang Golek Cepot Langsung di Jawa Barat
Mau lihat langsung? Catat jadwal ini:
- Giri Harja 3 Jebred, Bandung (setiap Sabtu malam Minggu)
- Pagelaran di Saung Angklung Udjo
- Acara adat Sunda di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung
- Festival wayang golek di Garut, Ciamis, atau Tasikmalaya
Datang langsung, bawa tikar, nikmati sate maranggi sambil ketawa ngakak bareng ratusan penonton lain.

Wayang cepot bukti bahwa budaya Sunda tak pernah ketinggalan zaman. Dia tetap lucu, kritis, dan dekat di hati. Pernah nonton pagelaran Cepot live? Atau punya lakon favorit? Ceritain di kolom komentar, yuk! Siapa tahu pengalamanmu menginspirasi orang lain untuk mencintai warisan leluhur ini. Asep Sunandar pernah bilang, “Cepot mah teu bisa paeh, sabab sok ngagelenyu!” (Cepot tak pernah mati, karena selalu bikin orang lain hidup lewat tawa).




































